"Kau tahu, apa yang paling sulit ku adaptasikan di dunia ini? Senyum mu. Aku sudah mengenalmu sejak dulu. Lama sekali. Entah berapa lama nya. Bahkan ini terasa seakan sudah bertahun-tahun aku mengenalmu. Anehnya, aku masih tidak terbiasa dengan senyummu itu. Masih tetap menawan, dan sempurna. Aku masih tetap senang tidak keruan dan jantungku akan tetap selalu berdebar kencang begitu kau mengembangkan senyummu itu. Itu lebih dari sekedar penghias pohon natal yang kau gantungkan di pohon natal dirumah ku natal tahun lalu, saat kau masih bersamaku, saat kau masih membagi tawa indahmu itu. Aku tidak bisa kehilangan semua itu. Tidak sekarang ataupun selamanya. Tidak besok ataupun lusa. Sedikitpun tidak. Aku kira aku benar-benar pasangan hidupmu dan juga sebaliknya. Aku kira kaulah yang akan menjadi ayah dari anak-anakku nanti. Dimana kita mengerjakan segala sesuatunya bersama, satu keluarga. Aku masih akan selalu ingin menjerit-jerit kesenangan ketika kau mengecup lembut bibirku, dan tentu saja kau tahu aku tidak menjerit sungguhan. Hanya dalam hati. Tapi aku kadang suka takut kau akan mendengarnya karena teriakkan ku sangat kencang. Aku mulai merasa tidak normal ketika aku tidak merasakan semua itu. Dan saat itulah aku mulai mencari mu untuk membuatku merasa normal kembali. Jelas kau mengerti betapa rasa rindu itu dapat membuatmu setengah sinting. Tapi kau malah membuat ku makin tidak waras dengan keindahan matamu. Jernihnya, sinarnya, warnanya, dan menarikku sangat dalam dan kau membiarkanku bermain di dalam labirin matamu. Labirin yang berdinding hangat, beratap agar aku tidak merasa panas atau kehujanan, dan berakhir dengan sebuah kuali penuh cinta dan kasih sayang darimu. Dan membuatku ingin mencari labirin lain. Tapi, bukan nya aku merasa normal, aku merasa lebih gila. Aku merasa memakai ekstasi, atau ganja, atau apalah. Kau membuatku melambung tinggi sekali, sampai aku terbang ke langit, ke bulan, melewati bintang, lalu kembali lagi, dan kau menangkapku. Tapi bisakah aku merasakan itu lagi? Aku tidak dapat merasakan apa-apa lagi sekarang. Tidak ada bahagia, senang, melambung, bahkan tersakiti. Yang aku tahu, kau tidak lagi disana. Tidak ada labirin lagi. Tidak ada lagi labirin yang terbuka untukku. Seandainya ada, itu tidak terbuka untukku. Benarkah itu? Tidak ada lagi perasaan sinting dalam diriku. Aku merasa tidak normal lagi. Aku tidak dapat merasakan sakit. Kadang perasaan sakit terasa sangat mengenakkan, atau itu hanyalah saat-saat yang tidak normal. Aku bahkan merasa kau harus menyakitiku terus menerus sampai aku tersakiti. Sampai aku menangis. Sampai aku merasa sangat sakit. Sampai aku merasa normal lagi. Kau pasti tau itu bukan?"